Selasa, 25 Maret 2014

penalaran

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam membuat suatu karangan ilmiah banyak membahas fakta secara logis dan sistematik dengan tata bahasa yang baik dan benar. Berarti untuk menulis karangan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah. Oleh karena itu kita perlu memahami prinsip-prinsip yang berlaku  didalam proses penalaran ilmiah. Dengan mempelajari penalaran, akan memperoleh pengetahuan mengenai  definisi,kalimat efektif,paragraph, dan pengembangan karangan.Melalui proses penalaran,kita dapat sampai pada kesimpulan yang mungkin berupa asumsi,hipotesis,teori, atau keputusan lainnya.

B.     RU MUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1.      Bagaimana cara penalaran yang baik menurut tata Bahasa Indonesia?

C.    TUJUAN
Tujuan Umum:
Dapat memahami proses penalaran ilmiah secara memadai.
                    Tujuan Khusus:
1.      Dapat menarik kesimpulan dengan membedakan secara deduktif dan induktif.
2.      Jika ada faktanya maka dapat menarik kesimpulan induktif
3.      Jika ada premisnya maka dapat menarik kesimpulan deduktif.
4.      Jika ada silogisme dapat mengubahnya menjadi entimen.
5.      Jika ada entimen, dapat mengubahnya menjadi silogisme.
6.      Jika ada pernyataan yang mengandung salah nalar, maka dapat menjelaskan kesalahan nalar itu.




D.    MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat memperdalam teori keilmuan tentang tata Bahasa Indonesia khususnya tentang proses penalaran. Dan setelah membaca makalah ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi yang ingin membuat  karangan ilmiah dan sebagainya.























BAB II
PENALARAN

A.                BEBERAPA PENGERTIAN
Penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang logis berdasarkan atas evidensi yang relevan. Dengan demikian, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Data atau fakta yang dinalarkan itu boleh benar dan boleh tidak. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu kesimpulan harus dalam bentuk kalimat pernyataan.           
1.      Proposisi dan Term
Proposisi adalah kalimat yang berisi pernyataan tentanghubungan antara fakta –fakta (subjek dan predikat). Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi. Namun proposisi juga dapat diartikan sebagai kalimat pernyataan tentang hubungan antara fakta-fakta yang dapat dinilai benar atau salah. Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat yang berbentuk kalimat, tetapi tidak semua kalimat digolongkan dalam proposisi. Hanya kalimat berita netral yang dapat disebut proposisi.

Seorang ahli logika bangsa Swiss bernama Euler pada abad XVII menemukakan konsepnya, empat jenis proposisi dengan lima macam posisi lingkaran (lingkaran Euler). Keempat jenis proposisi itu yaitu:
a.       Suatu pangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang terdapat dalam predikat.
Contoh: Semua sehat adalah semua tidak sakit.
Oval: S = P                                                                 

b.      Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari perngkat predikat.

Contoh: Semua sepeda beroda.
Flowchart: Connector: SOval:  P                 

Flowchart: Connector: POval: SSebagian binatang adalah kera.

c.       Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek berada diluar perangkat predikat.
Contoh: Tidak seorang pun manusia adalah binatang.
Flowchart: Connector: PFlowchart: Connector: S                 

d.      Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat.
Contoh: Sebagian kaca tidaklah bening.
Oval: POval: S                 


2.      Jenis-jenis Proposisi
Berdasarkan bentuknya, preposisi dibagi atas 2, yaitu:
a.                   Proposisi Tunggal
Proposisi tunggal hanya mengandung satu pertanyaan.
Contoh: Semua mahasiswa adalah agen perubahan
b.                   Proposisi Majemuk
Proposisi majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan,
Contoh: Semua mahasiswa adalah agen perubahan dan calon pemimpin .

Berdasarkan sifatnya,proposisi dibagi 2, yaitu:
a.                   Proposisi Kategorial
 Proposisi Kategorial adalah hubungan subjek dan predikat terjadi tanpa     syarat.
    Contoh: Sebagian binatang berkaki empat.
b.                   Proposisi Kondisional
   Proposisi Kondisional adalah hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan suatu syarat yang dapat diingat sebelum peristiwa berlangsung.
     Proposisi Kondisional dibagi 2, yaitu:
1)                  Proposisi Kondisional Hipotesis,yang terdiri anteseden (syarat) dan konsekuen (akibat).
Contoh: Kalau metodenya diubah (anteseden), maka hasilnya akan berbeda (konsekuen).
2)                  Preposisi kondisional Disjungtif, yaitu suatu alternate atau pilihan.
Contoh: Kita akan melanjutkan diskusi ini, atau bubar saja.

Berdasarkan kualitasnya, preposisi dibagi menjadi dua, yaitu:
a.                   Preposisi Positif (afirmatif)
Preposisi positif (afirmatif) adalah preposisi yang membenarkan adanyapersesuaian hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh: Sebagian mahasiswa tidak melekukan KKN.
b.                   Preposisi Negatif
Preposisi negatif adalah preposisi yang menyatakan tidak ada hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh: Sebagian orang jompo tidaklah pelupa.
Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dibagi menjadi dua, yaitu:
a.                   Proposisi Universal
Proposisi universal adalah predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh objek.
Contoh: Semua dokter adalah orang pintar
                         Tidak seorang dokter pun adalah orang yang tak pintar.
b.                  Proposisi Khusus
Proposisi khusus adalah predikat  proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjek.
Contoh: Sebagian mahasiswa gemar olahraga.

3.      Bentuk-bentuk Preposisi
Berdasarkan dua jenis preposisi yaitu preposisi kuantitas (umum dan khusus) dan proposisi kualitas (positif dan negatif) didapatkan empat macam proposisi, antara lain:
a.                   Proposisi Umum positif
Proposisi umum positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan keseluruhan asubjek yang disebut proposisi A.
b.                  Proposisi Umum Negatif
Proposisi umum negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari keseluruhan subjek yang disebut proposisi E.
c.                   Proposisi Khusus Positif
Proposisi khusus positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek yang disebut proposisi I.
d.                  Proposisi Khusus Negatif
Proposisi khusus negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari sebagian subjek yang disebut proposisi O.

B.                 PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip hukum,teori atau keputusan lainnya yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Penalaran deduktif bertolak dari sebuah kesimpulan yang didapat dari satu pernyataan yang umum. Proposisi tempat menarik kesimpulan disebut premis. Penarikan kesimpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.      Menarik Kesimpulan Secara Langsung
            Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis.
            Contoh: Semua ikan berdarah dingin. (premis)
                         Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2.      Menarik Kesimpulan Secara Tidak Langsung
Simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Premis pertama bersifat umum dan premis kedua bersifat khusus. Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan kesimpulan secara tidak langsung, antara lain:
a.      Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi yang terdiri dari dua proposisi premis dan satu proposisi kesimpulan. Premis bersifat umum disebut premis mayor dan bersifat khusus disebut premis minor. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor. Untuk menghasilkan kesimpulan harus ada term penengah.
 Contoh:    Semua manusia bijaksana.
                        Semua polisi adalah manusia.
                        Jadi, semua polisi bijaksana.
Aturan umum silogisme kategorial, yaitu:
1)   Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu term mayor, term minor dan term simpulan.
2)   Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
3)                            Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan .
4)                            Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5)                            Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6)                            Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7)                            Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
8)   Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negative tidak dapat ditarik satu simpulan.

b.   Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis terdiri atas mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Kalau premis minornya membenarkan anteseden, maka simpulannya membenarkan konsekuen begitu juga sebaliknya.
            Contoh: Jika besii dipanaskan, besi akan memuai.
              Besi dipanaskan.
              Jadi, besi memuai

c.         Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minor membenarkan salah satu alternatif, maka simpulannya akan menolak alternatif lain.
Contoh: Dia adalah seorang kiai atau professor.
              Dia seorang kiai
              Jadi, dia bukan seorang professor.

d.      Entimen
Entimen adalah bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena sudah diketahui secara umum,tetapi yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh: Dia menerima hadiah peertama karena dia telah menang dalam  sayembara itu.
C.                PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan kesimpulan umum. Proses penalaran induktif dibatasi sebagai proses penalaran untuk sampai kepada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Beberapa bentuk penalaran induktif antara lain:
1.        Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang bersifat tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
   Contoh: Jika dipanaskan, besi memuai.
                          Jika dipanaskan, tembaga memuai.
  Jika dipanaskan, emas memuai
                         Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.


Benar atau tidaknya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dengan cara:
a.            Data itu harus memadai jumlahnya
b.            Data itu harus mewakili keseluruhan
c.            Data-data yang bersifat khusus tidak dapat dijadikan data.

2.      Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang bersifat sama.
     Contoh: Nina adalah lulusan akademi A.
  Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
  Ali adalah lulusan akademi A.
  Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi yaitu:
a.     Meramalkan kesamaan
b.    Menyingkapkan kekeliruan
c.     Menyusun klasifikasi.

3.      Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah, sebagai berikut:
a.     Sebab – Akibat
Akibat dari satu peristiwa yang dianggap penyebab lebih dari satu.
b.    Akibat- Sebab
Akibat- sebab mirip dengan entimen karena peristiwa sebab merupakan simpulan.
c.     Akibat- Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada “akibat” yang lain.
           


D.                SALAH NALAR
Salah nalar adalah kekeliruan atau kesalahan pada gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan. Pada salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Salah nalar dapat disebabkan oleh beberapa macam, yaitu:
1.      Deduksi Yang Salah
Deduksi yang salah terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat.
     Contoh: Pak ruslan tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin.
2.      Generalisasi Terlalu Luas
Generalisasi terlalu luas disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasinya tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh: Orang Makasar pandai berdayung.
3.      Pemilihan Terbatas Pada Dua alternatif
Dilandasi penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan “itu” atau “ini”.
Contoh: Engkau harus memilih antara hidup di Jakarta dengan serba        
              kekurangan dan hidup di kampong dengan menanggung malu.
4.      Penyebab Yang Salah Nalar
Disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadi pergeseran maksud.
Contoh:    Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, dia hamil.
5.      Analogi Yang Salah
  Apabila orang menganologikan sesuatu denagn yang lain dan beranggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi lainnya. Contoh: Sumini, seorang alumni Universitas Indonesia, dapat        menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Tata, seorang alumni Universitas Indonesia, tentu dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
6.      Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh: Kamu tidak boleh kawin dengan Verdo karena orang tua verdo itu bekas penjahat.
7.      Meniru-niru Yang Sudah Ada
Salah nalar ini adalah anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan jika atasan kita melakukan hal itu.
Contoh: Peserta penataran boleh pulang sebelum waktunya karena para undangan yang menghadiriacara pembukaan pun sudah pulang semua.
8.      Penyemarataan Para Ahli
Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan yang sama dan mengakibatkan kekeliruan mengambil kesimpulan.
Contoh: Pembangunan pasar swalayan itu sesuai dengan saran Toto, seorang ahli di bidang perikanan.          

berpikir deduktif

. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “ pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan deduktif.
    Sementara menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
B. Rumusan Makalah
    Pada makalah ini pemakalah mengajukan beberapa rumusan masalah yaitu :
1.    Apa pengertian dari berpikir deduktif ?
2.    Apa pengertian dari berpikir induktif ?
3.    Bagaimana strategi penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika ?
C. Tujuan Makalah
    Dari perumusan di atas , maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui  pengertian dari berpikir deduktif .
2.    Untuk mengetahui  pengertian dari berpikir induktif .
3.    Untuk mengetahui strategi penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika.


II. Pembahasan
A. Pengertian Berpikir Deduktif
    Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (dikutip Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. ( dikutip :Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
B. Pengertian Berpikir Induktif
    Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
C. Strategi Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif Dalam Pembelajaran Matematika
    Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajara sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan. Major (2006) memberi contoh pembelajaran barisan aritmetika sebagai berikut. Guru mulai pembelajaran dengan menulis definisi dipapan tulis: ‘barisan aritmetika adalah barisan yang memiliki beda sama’. Kemudian guru menjelaskan apa maksud ‘memiliki beda sama’. Kemudian guru melanjutnya pembelajaran, misalkan suku pertama barisan adalah a, dan beda b, maka a, a + b, a + 2b + … + (a + (n – 1)b) adalah barisan arimetika. Selanjutnya guru memberi contoh dan memberi soal untuk dikerjakan siswa.

Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif. Hal ini disebabkan siswa baru memahami generalisasi atau kosep setelah disajikan berbagai contoh. Major (2006) menyarankan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif: (1) mulailah dengan menyatakan generalisasi secara jelas; (2) tulis definisi dipapan tulis; (3) jelaskan istilah-istilah dalam definisi; (4) secara hati-hati tekankan hubungan-hubungan sifat dalam generalisasi; (5) ilustrasikan dengan contoh; dan (5) berilah kesempatan siswa memberi atau mengerjakan contoh berikutnya.

       Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.

        Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
    Dalam fase kegiatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara berganti
III. Penutup
    Agar siswa dapat belajar matematika di sekolah secara bermakna, siswa dituntut terampil memahami konsep-konsep matematika dari pola pikir induktif menuju deduktif. Pembelajaran matematika beracuan pendekatan tertentu seperti konstruktivisme atau CTL dengan melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dalam pemecahan masalah siswa kadang menggunakan pola pikir induktif, kadang deduktif, dan kadang keduanya. Dalam pemecahan masalah kadang sulit memisahkan antara penggunaan pola pikir induktif dan deduktif. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika beracuan konsruktivisme penggunaan pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk membangun misalnya suatu konsep matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.

           Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif.












DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Tim Dosen Filsafat Ilmu  Fakultas Filsafat UGM,  Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 2007
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : PT gelora Aksara Pratama, 1990
Rochmad, Ayatullah S. (2009). PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERACUAN KONSTRUKTIVISME. Makalah telah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika: Sertifikasi Guru: Meningkatkan Kualitas Matematika di Indonesia. Di Kampus Pascasarjana UNNES Semarang, tanggal 16 Januari 2008  .Tersedia: http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html .Diakses : 16 November 2011

Santoso, Slamet. (2008). Kuliah : Metpen Kuantitatif. Tersedia :
http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html. Diakses : 15 Nopember 2011